Resume buku “Pedang Samurai dan Bunga Seruni oleh Ruth Benedict”


Bangsa jepang adalah musuh paling asing yang pernah diperangi oleh Amerika Serikat dalam suatu peperangan habis habisan.belum pernah terjadi peperangan dengan musuh besar lain yang begitu berbeda kebiasaan-kebiasaan bertindak dan berpikirnya sehingga kebiasaan-kebiasaan tersebut perlu diperhitungkan dengan cermat. Buku “Pedang Samurai dan Bunga Seruni”ini bercerita tentang kebiasaan – kebiasaan yang diharapkan orang dan dianggap wajar di Jepang.Juga bercerita tentang situasi – situasi dimana setiap orang Jepang dapat mengandalkan sopan santun dan situasi – situasi dikala ia tidak mengharapkan situasi tersebut.tentang kapan ia kehilangan muka,kapan ia merasa malu,dan apa yang ia tuntut dalam dirinya sendiri.
Bangsa Jepang dalam berperang memegang prinsip yang menyimpang dari konvensi-konvensi perang barat.maka Jepang memandang perlu adanya perjuangan untuk memantapkan suatu hirarki,tentunya dibawah naungannya, karena Jepang adalah bangsa yang hirarkis dari atas sampai bawah dan oleh karenanya mengerti keharusan untuk mengambil tempat yang sesuai untuk masing-masing.Jepang setelah mencapai kesatuan dan perdamaian dalam negerinya,setelah membasmi kejahatan dan membangun jalan-jalan serta pembangkit-pembangkit listrik dan industri baja,dan angka pendidikan yang makin tinggi dalam negerinya.Untuk jangka waktu yang sangat lama, Jepang masih mempertahankan sikapnya yang mendarah daging yaitu kepercayaan dan keyakinannya akan hirarki
Jepang sangat konsisten dalam mengembangkan sumber-sumber nonmaterinya.Bahkan dalam situasi-situasi sipil,pejabat Jepang secara harfiah menerima dominasi semangat atas materi.Cara –cara Jepang mengemukakan berbagai hal selama perang,bukan saja mengenai perlunya hirarki dan keunggulan semangat,membuka tabir bagi seseorang yang mempelajari perbandingan budaya.mereka terus terusan mengatakan bahwa soal keamanan dan moral hanyalah soal mengetahui sebelumnya.Pelaksanaan perang oleh Jepang membuka tabir tentang kehidupan mereka. Mereka selalu berbicara tentang”mata dunia tertuju pada mereka”.Karenanya, mereka harus sepenuhnya menunjukkan semangat Jepang.
Pertanyaan paling terkenal tentang sikap sikap bangsa Jepang adalah tentang Yang Mulia Kaisar.Apa yang menjadi pegangan Kaisar dalam menguasai rakyatnya?. Beberapa ahli Amerika menunjuk bahwa selama tujuh abad berlangsungnya feodalisme Jepang, Kaisar merupakan lambang yang kabur.Kesetiaan seseorang terutama ditujukan pada tuannya, yaitu daimyo, dan diatas itu, kepada Pemimpin Tertinggi Militer, yaitu Shogun, Kesetiaan kepada Kaisar nyaris menjadi masalah. Ia ditempatkan terasing dalam lingkungan yang terkucil, yang upacara-upacara dan kegiatan lainnya dibatasi secara ketat oleh peraturan-peraturan Shogun. Menghadap Kaisar untuk menunjukkan bakti, sekalipun hal itu dilakukan oleh seorang penguasa tinggi, feodal, dianggap penghianatan dan untuk rakyat Jepang Kaisar nyaris tidak ada.
Kaisar tidak dapat dilepaskan dari Jepang.Kaisar Jepang adalah lambang bangsa Jepang,pusat kehidupan agama mereka.Kaisar adalah objek super religius.Kaisar juga tidak disalahkan apabila Jepang kalah perang.dalam hal kalah perang, maka yang akan memikul tanggung jawab adalah kabinet dan militer.Keyakinan bangsa Jepang akan hirarki telah mendasar didalam seluruh gagasannya tentang hubungan antar manusia dan tentang hubungan manusia dengan negara, dan hanya dengan melukiskan beberapa lembaga nasionalnya,seperti keluarga,negara,kehidupan beragama dan ekonomi,barulah mungkin bagi kita untuk mengerti pandangan hidup bangsa Jepang.Mereka melihat seluruh problema hubungan internasional berdasarkan versinya tentang hirarki, seperti mereka melihat hubungan internnya. Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini mereka menggambarkan dirinya telah mencapai puncak dari piramida kejayaaan,namun kenyataannya kedudukan itu masih dikuasai oleh negara-negara barat.
Bangsa Jepang juga berpaling kepada peraturan-peraturan hidup yang tertanam didalam diri mereka oleh pengalaman sosialnya. Berabad abad lamanya ketidaksamaan telah menjadi peraturan dalam hidup mereka yang teratur,justru pada hal-hal yang paling diramalkan dan paling diterima. Tingkah laku yang menerima hirarki sama wajarnya bagi mereka seperti bernapas.Jepang,meskipun kini telah semakin kebaratan,masih merupakan masyarakat keningratan. Setiap salam,setiap kontak harus menunjukkan jenis dan tingkat jarak sosial antara manusia.Setiap kali seseorang mengatakan”makan” atau “duduk” kepada orang lain, ia menggunakan kata-kata yang berbeda, tergantung pada siapa yang disapanya.Apakah yang disapa adalah orang yang sudah akarab atau seorang atasan.Dalam kehidupan bangsa Jepang,memiliki suatu “bahasa Takzim”,dan mereka menyertainya dengan membungkukkan badan dan berlutut yang sepadan. Segala tingkah laku itu diatur oleh aturan-aturan dan konvensi-konvensi yang cermat,seseorang tidak hanya mengetahui kepada siapa ia harus membungkukkan badan,tetapi juga perlu juga mengetahui serendah apa membungkukkan badan.Pembungkukan badan yang benar dan sepadan kepada tuan rumah, dapat diterima sebagai suatu penghinaan oleh tuan rumah lain yang hubungannya dengan si pembungkuk badan agak berbeda.
Pembungkuk badan bisa berupa berlutut dengan kening diturunkan menyentuh kedua tangan yang ditempatkan di atas lantai,sampai sedikit dimiringkan kepala dan bahu. Sejak usia dini seseorang harus belajar untuk menyesuaikan pembungkukan badan pada setiap kasus tertentu. Bukan hanya perbedaan kelas saja yangs elalu ahrus dinyatakan dalam tingkah laku yang sepadan, meskipun hal ini penting. Jenis kelamin dan usia, ikatan keluarga dan hubungan –hubungan sebelumnya antara dua orang,semua ini perlu diperhitungkan . Bahkan antara dua orang yangs ama ditetapkan tingkat ketakziman yang berbeda untuk kesempatan yang berbeda.Seorang sipil bisa akrab dengan orang sipil lainnya dan sama sekali tidak membungkukan badan pada rekannya itu, tetapi apabila salah satu diantara mereka memakai seragam militer,maka yang berpakaian sipil wajib membungkukan badan pada yang berpakaian militer.Menjalankan hirarki adalah seni yang memerlukan penyeimbangan banyak faktor dan didalam kasus tertentu beberapa diantaranya dapat saling meniadakan dan beberapa yang lain dapat saling menambahkan.
Di Jepang sampai pertengahan abad ke 19 hanya kaum ningrat dan kaum samurai yang boleh memakai nama keluarga. Jepang adalah negara yang dahulu feodal.Kesetiaan bukanlah ditujukan kepada sekelompok besar sanak keluarga, tetapi kepada seorang penguasa feodal.Di Jepang tidak ada budaya pemujaan nenek moyang,dan di kuil-kuil dimana “rakyat biasa” memuja, semua semua penduduk desa bergabung tanpa perlu membuktikan bahwa mereka memiliki nenek moyang yang sama. Mereka dinamakan “anak-anak”dari dewa tempat pemujaan mereka. Dan mereka menjadi “anak-anak” sang dewa karena mereka berada di wilayahnya. Pemuja-pemuja desa seperti itu tentunya saling mempunyai hubungan keluarga seperti halnya dengan penduduk desa-desa diseluruh dunia.
Penghormatan yang ditujukan kepada nenek moyang dilakukan di tempat pemujaan yang sangat berlainan di dalam ruangan keluarga,dimana hanya ada enam atau tujuh orang yang baru-baru ini meninggal,dipuja. Semua golongan masyarakat Jepang ,membungkukan badan setiap hari di muka tempat pemujaan ini, dan menyediakan makanan untuk arwah orang tua,kakek-nenek, dan saudara dekat.Mereka ini diwakili oleh batu nisan kecil-kecil di tempat pemujaan itu. Bahkan diperkuburan pun tanda-tanda  pada makam kakek dan nenek buyut tidak lagi diperbaharui huruf-hurufnya dan identitas kakek dan nenek buyut itu akan segera hilang.Ikatan keluarga Jepang sudah dipersempit, hampir seperti proporsi barat.
Karena itu, bakti filial di Jepang terbatas pada anggota keluarga yang masih hidup dan masih saling bertemu muka.hal ini berarti, mengambil tempat yangs esuai menurut generasi, jenis kelamin, dan usia di suatu kelompok keluarga yang anggotanya tidak lebih dari bapak, bapaknya bapak, saudara saudara dan keturunan mereka. Bahkan dalam keluarga –keluarga penting, dimana kelompok keluarganya jauh lebih besar,keluarga itu memecah dalam garis-garis terpisah dan anak-anak pria membentuk keluarga-keluarga cabang. Didalam kelompok “tatap muka” yang sempit ini, aturan-aturan tentang “tempat yang sesuai” cukup rumit. Kepatuhan kepada yang lebih tua sangat ketat,sampai yang lebih tua itu memilih untuk mengundurkan diri secara resmi( inkyo ). Orang tua menikahkan atau menceraikan anak-anaknya,sekalipun anak-anaknya itu telah berusia tiga puluh atau empat puluh tahun. Bapak sebagai kepala keluarga adalah yang pertama dilayani pada waktu makan, dan juga pertama masuk ke bak mandi, dan dengan anggukan kepala ia menerima pembungkukan badan yang dalam dari anggota-anggota keluarganya.
Tempat yang sesuai tidak hanya berarti perbedaan generasi,tetapi juga perbedaan usia. Kalau orang Jepang ingin mengutarakan kebingungannya yang sangat,mereka mengatakan sesuatu”bukan abang bukan adik”.Anak laki-laki tertua adalah ahli waris.Putra tertua mempunyai hak istimewa yang hampir sama besarnya dengan ayahnya.Tradisi masyarakat Jepang punya dasar budaya “rasa malu” yang kuat. Artinya mengutamakan penilaian masyarakat atas dirinya. Mereka sangat malu kalau “tidak mampu membalas budi.” Di dalam tradisi Samurai ada istilah junshi (mati mengikuti kematian tuan), ini berdasarkan pada “kebudayaan rasa malu”. Kisah mengenai junshi ini banyak ditemui, salah satu legendanya ialah peristiwa bunuh diri 47 ronin (samurai tak bertuan), mereka anak buah Asano Takumi Naganori. Mereka bunuh diri bersama di depan makam tuannya karena merasa tak sanggup hidup tanpa membalas budi baik tuannya.
Jalan kematian dipilih supaya bisa mendampingi tuannya pada reinkarnasi nanti.
Dalam sejarah terjadi perubahan dari kekuasaan ke-shogun-an yang dipimpin oleh para samurai menjadi kekuasaan administratif. Wilayah samurai (han) diganti dengan menjadi wilayah administrasi (ken). Sementara itu para pemimpin samurai diberi kompensasi modal, yang kemudian mereka pakai untuk beralih kepada dunia industri. Para mantan pemimpin samurai itu mendirikan perusahaan-perusahaan dengan nama seperti wilayah (han) mereka dulu, seperti: Mitsui, Mitsubishi, Kanebo, Honda dan lainnya. Dan tradisi tanggung-jawab, kesetiaan yang berdasarkan “budaya malu” diatas berubah menjadi karoshi (mati karena kebanyakan kerja). Mereka malu kalau sampai gagal mengerjakan tanggung-jawabnya.

Kelas samurai pada zaman pra-Restorasi Meiji termasuk ke dalam kasta yang mulia. Mereka adalah masyarakat kelas atas yang mempunyai hak-hak istimewa dibandingkan dengan rakyat jelata. Periode Tokugawa yang menandai perubahan sejarah masyarakat Jepang. Birokrasi Tokugawa menyebar ke seluruh jenjang dan bidang. Tidak hanya pendidikan, hukum, pemerintahan dan strata yang dikontrol serta pakaian dan perilaku setiap lapisan sosial masyarakat.Kesadaran kelompok tradisional Jepang ini membuahkan struktur masyarakat yang keras (tertutup). Ada empat kelompok masyarakat Jepang yaitu, samurai, petani, seniman dan pedagang. Samurai merupakan strata masyarakat tertinggi, kelas samurai termasuk bangsawan, penguasa senior, tentara, pegawai negeri dan kopassus. Strata berikutnya adalah petani, bukan karena kaya ide melainkan karena mereka menghasilkan padi, bahan pangan yang amat vital. Kemudian strata berikutnya adalah seniman, pengrajin dan pedagang, yang meski dipandang rendah sebenarnya cukup menonjol sebab penghasilannya diatas para petani. Ada satu strata yaitu orang buangan, mereka adalah para penjahat-penjahat yang tidak termasuk ke dalam salah satu strata di atas.

Semangat yang menjadi spirit bagi masyarakat Jepang modern sekarang ini.
Samurai adalah para abdi-abdi penguasa feodal yang dipertuan, yang senantiasa setia dan membela tuannya sampai titik darah penghabisan. Samurai adalah prajurit setia yang ada pada sistem negara feodal, yang mengandalkan kekuatan militeristik. Mereka mengabdi pada Shogun atau secara harfiahnya adalah Jenderalisimo yang mengalahkan para barbar
Shogun mempunyai bawahan yang menguasai tiap propinsi/perfecture yaitu para daimyo, yang mempunyai bawahan setia yaitu para samurai yang pedang serta jiwa raganya diabdikan padanya.Salah satu tokoh samurai terkenal Jepang adalah Musashi Miyamoto, yang dianggap sebagai dewa pedang di Jepang. Musashi lahir pada waktu Jepang berada pada masa pergolakan perang saudara (onin). Musashi tergolong dalam kelas samurai yang selalu membawa dua pedang kemana-mana. Ketika angkatan bersenjata perlahan-lahan dibubarkan Hideyoshi dan Ieyasu, banyak para ronin (samurai yang tidak bertuan) mengembara tanpa tujuan. Kelompok ronin itu biasanya hidup terpisah dengan masyarakat lain. Samurai menjadi kelompok terkucil yang mempertahankan tradisi lama seni militer Jepang. Pendek kata Musashi adalah seorang jagoan ketika samurai masih dianggap bergengsi. Dan seperti samurai lain, ketika banyak para samurai yang meninggalkan kesamuraiannya.menjadi seniman, Musashi terus berusaha menjadi ronin dengan mencari pencerahan melalui ajaran kendo.
Seorang samurai itu harus dapat mengatasi rasa lapar, sakit dan tahan terhadap penderitaan. Bahkan mereka diperintahkan untuk bersikap seolah-olah merasa sehat jika terluka bagaimanapun parahnya. Seorang samurai harus dapat mengatasi rasa sakitnya. Bahkan ada sebuah cerita yang menceritakan seorang anak (adipati katsu) dari keluarga samurai yang di operasi pada bagian pelirnya yang robek dicakar anjing, ayahnya menodongkan pedang ke mukanya dan berkata jika kau berteriak maka, kau akan mati dengan cara yang tidak memalukan. Sedikitnya bahwa seorang samurai itu tidak boleh menunjukkan tanda-tanda penderitaan sampai mati dan harus bisa menanggung rasa sakit tanpa menyeringai.
Kedudukan samurai merupakan kedudukan yang diperoleh secara turun temurun atau diwariskan, sehingga seseorang dari kasta lain tidak dapat masuk ke dalam kasta samurai tersebut.
Begitupun juga dengan seorang samurai, dia tidak bisa pindah ke kasta yang lain meskipun kasta tersebut lebih rendah. Artinya jika dia seorang samurai maka dapat dipastikan bahwa keluarganya adalah keluarga samurai. Meskipun pada zaman Tokugawa kedudukan samurai itu dapat dibeli yaitu dengan mengawinkan seorang samurai dengan kasta lain. Atau pihak samurai memungut anak dari kasta lain (biasanya pedagang), sehingga dari pihak keduanya sama-sama.
.
Di dalam seluruh sejarah nasionalnya, Jepang merupakan suatu masyarakat kelas dan kasta yang kuat; dan suatu bangsa, yang adat penyusunan kastanya telah berabad-abad usianya. Sebelumnya Jepang telah menganut cara-cara hidup yang dipinjamnya dari Cina (yang tidak mengenal kasta) untuk disesuaikan dengan kebudayaan hierarkinya. Namun sejak semula Jepang gagal untuk meniru organisasi masyarakat Cina yang tanpa kasta. Gelar-gelar resmi yang dipungut Jepang dari Cina yang biasanya diberikan kepada para administrator negara yang telah lulus ujian, namun di Jepang gelar-gelar tersebut diberikan pada bangsawan dan penguasa-penguasa feodal. Gelar-gelar inilah yang menjadikan penyusunan kasta di Jepang.
Jepang pada waktu itu terbagi atas sejumlah besar kelompok setengah berdaulat yang penguasa-penguasanya bermusuhan. Karena itu meskipun Jepang telah mengimpor banyak hal dari Cina, namun peradaban baru ini hanyalah membuka jalan bagi konflik selama berabad-abad dalam menentukan penguasa feodal yang menguasai negara.Yoritomo Minamoto, orang yang telah berhasil mengalahkan seluruh saingannya dan dia menjadi shogun (gelar kemiliteran kuno) pertama yang menjadi penguasa sesungguhnya di negara tersebut.
Selama penguasaan shogun ini, kaisar sama sekali tidak mempunyai kekuasaan, kekuasaan sebenarnya dipegang oleh penguasa militer yang mempunyai bawahan para daimyo dan para samurai.Di abad ke-16, Ieyasu Tokugawa berhasil mengalahkan semua saingan-saingannya dan ia menjadi shogun pada tahun 1603. Dalam era Tokugawa, dia berhasil mempertahankan perdamaian bersenjata sampai dengan generasi terakhir, dan Tokugawa menjalankan suatu pemerintahan terpusat yang secara mengagumkan dapat melaksanakan tujuan-tujuannya. Ieyasu membagi kekuasaannya menjadi tiga wilayah yang bersifat kosentrik. Yaitu Shogun Tokugawa yang berkuasa di pusat dan dibantu oleh para daimyo yaitu Fudai daimyo dan Tozama daimyo. Mereka adalah penguasa-penguasa yang dibiarkan berkuasa di wilayahnya masing-masing beserta seluruh anak buahnya. Dan untuk mencegah terjadinya pemberontakan, maka para daimyo diwajibkan tinggal dalam ibu kota. Dan para daimyo ini hanya boleh melihat daerahnya sekali-kali dan tidak diperkenankan membawa keluarga.
Masyarakat feodal Jepang terdiri dari banyak tingkatan yang sangat rumit dan kedudukan setiap orang ditetapkan berdasarkan keturunannya. Keluarga Tokugawa mengatur sistem ini dan mengatur tingkah laku sehari-hari dari setiap kasta sampai ke segi yang sekecil-kecilnya. Setiap kepala keluarga diwajibkan mencantumkan pada pintunya kedudukan kelasnya.
Stratifikasi masyarakat Jepang disusun secara hierarki yaitu Keluarga Kaisar dan bangsawan sebagai tingkat teratas, dan kemudian para samurai, petani, para tukang dan para pedagang. Dan di bawah mereka inilah disebut sebagai orang buangan yaitu golongan eta. Mereka adalah tukang membersihkan segala macam kotoran, mengubur mayat orang yang menjalani hukuman mati, menguliti hewan-hewan mati.
Mereka adalah sampah masyarakat Jepang dan berada di luar struktur resmi.
Para pedagang setingkat lebih tinggi daripada orang buangan, dalam masyarakat feodal kelas pedagang dianggap sebagai perusak. Karena ketika kelas pedagang menjadi kaya dan disegani maka kekuasaan feodal akan mendekati kehancuran. Tokugawa mengeluarkan hukum-hukum yang rumit untuk mengekang para pedagang yaitu mereka tidak diperbolehkan memakai kekayaannya untuk kemewahan, mereka tidak boleh memakai payung, jumlah uang yang dikeluarkan pada pernikahan ataupun pemakaman. Mereka tidak bertempat tinggal di lingkungan samurai dan mereka juga tidak mendapat perlindungan dari pedang para samurai.
Rezim Tokugawa kemudian membekukan kelas-kelas sosial yang cocok untuk sistem feodal yang dianut, yaitu kelas para petani dan kelas para samurai. Para petani adalah kelas yang vital karena, mereka menghasilkan padi sebagai bahan pangan. Para petani tersebut dikenakan pajak yang tinggi oleh para daimyonya yaitu 40% diambil oleh penguasa dan 60% untuk si petani. Pajak-pajak yang diambil oleh para daimyo itu untuk menghidupi para samurainya. Petani juga tidak mempunyai hak istimewa serta mereka tidak terlindungi dari ancaman pedang para samurai.
Namun para petani mendapat jaminan tertentu yaitu mereka bisa memiliki ladang-ladangnya dan di Jepang kepemilikan atas lahan dapat meningkatkan harga diri seseorang.
Samurai adalah golongan kasta yang tinggi. Para samurai diberi hak tunggal untuk menyandang pedang. Dan mereka tidak dapat berpindah kasta, baik itu menjadi petani atau pedagang. Samurai adalah kelas benalu yang menarik jatah beras tahunannya dari pajak yang dikenakan pada para petani. Daimyolah yang menangani soal beras ini dan membagi para samurainya jatah masing-masing. Para samurai itu sepenuhnya bergantung pada tuannya. Pendapatan para samurai itu hampir sama dengan pendapatan seorang petani dan itu hanya cukup untuk bertahan hidup saja. Karena itu para samurai membatasi jumlah anggota keluarganya. Satu jurang pemisah yang membedakan para samurai dengan ketiga kelas lainnya adalah samurai termasuk kelas istimewa dan bukan kelas rakyat. Pedang yang mereka sandang bukanlah hiasan belaka.
Mereka berhak menggunakannya terhadap rakyat biasa tanpa dituntut apa-apa.
Hak-hak istimewa yang diberikan kepada samurai adalah; kaum samurai mempunyai nama pembeda dan nama diri, kaum samurai mempunyai hak membawa senjata, hak dihormati dan hak memerintah. Pada era Tokugawa, para samurai bukanlah pengayun pedang belaka. Semakin lama semakin banyak dari mereka yang menjadi pengelola kekayaan tuan-tuan mereka dan juga ahli-ahli seni yang bersifat damai. Para samurai banyak yang mengembangkan seni-seni yang bersifat damai, meskipun pedang mereka selalu siap siaga.
Kedudukan sebagai samurai yang mempunyai berbagai hak istimewa ini, mengundang kelas kasta lain seperti pedagang yang menginginkannya. Dengan begitu kedua belah pihak dapat saling memberi keuntungan. Keturunan-keturunan pedagang kaya itu menjadi samurai dan para samurai itu dapat mengecap kekayaan para pedagang. Hal ini bisa dilakukan dengan pengambilan atau pemungutan anak. Atau dengan jalan pernikahan. Maka akibat dari menyusupnya kasta pedagang ke kasta samurai maka hal tersebut makin mempercepat kehancuran sistem feodal. Persekutuan antara pedagang dan samurai itu dapat menggulingkan shogun yang berkuasa.
 Dengan pedagang membiayai samurai untuk melaksanakan apa yang diinginkannya.
Seruan tempur yang dikumandangkan Jepang adalah Sonno joi yang artinya junjunglah kembali kaisar dan usir orang-orang biadab. Bagi para pendukungnya kemenangan di pihak kaisar berartinya ditegakkan kembalinya cara-cara hidup tradisional Jepang. Penguasa-penguasa luar yang besar yaitu para daimyo yang menguasai wilayah-wilayah terkuat di Jepang itulah yang mempelopori penggulingan pemerintahan shogun.
Penggulingan kekuasaan Tokugawa oleh Meiji, itu bukanlah sesuatu hal yang terjadi tanpa faktor-faktor penyebab. Ada beberapa faktor yaitu para daimyo yang menginginkan pergantian personalia dalam pemerintahan Jepang, para pedagang yang dengan sengaja membiayai pemberontakan karena ingin meluaskan daerah niaganya, para samurai yang ingin dapat mempergunakan pedangnya untuk tujuan-tujuan kepahlawanan dan para petani yang ingin mendapat bagian lebih besar dari beras yang mereka hasilkan.
Ketika Meiji memenangkan pertempuran, maka setelah setahun berkuasa Meiji menghapuskan hak daimyo untuk menarik pajak dari tiap wilayahnya. Kemudian para daimyo di beri jatah yang besarnya sama dengan setengah pendapatan yang biasanya, serta dibebaskan dari kewajibannya menunjang kehidupan para samurai. Dan para samurai mendapat pensiun yang besarnya disesuaikan dengan kedudukannya.
Dalam lima tahun berkuasa, Meiji kemudian mengeluarkan prosedur untuk menghapuskan sistem kasta di Jepang, bahkan, pakaian, nama, ciri khas, dan lambang dipersamakan. Serta orang-orang buangan diberi persamaan hak. Dan hukum-hukum yang melarang pemindahan hak tanah atas orang lain dihapuskan.
Namun mereka tetap tidak menolak semua hirarki di Jepang, mereka tetap menganggap bahwa kaisar merupakan puncak dari hirarki dan meniadakan shogun.
Dalam masa Meiji ini kelas samurai dihapuskan dan untuk melindungi kedaulatan negaranya, Meiji membentuk suatu angkatan bersenjata yang diambil dari pihak rakyat jelata maupun dari pihak samurai melalui program wajib militer. Oleh karena dihapuskannya kelas samurai, secara otomatis para samurai yang telah dibuang mencoba mencari pekerjaan lain untuk menghidupi dirinya. Para samurai itu ada yang menjadi seniman, petani, pedagang, maupun pejabat pemerintahan dan masih ada beberapa golongan samurai yang masih melestarikan seni-seni berperang yaitu dengan mendirikan perguruan-perguruan kendo. Meskipun samurai-samurai itu telah dihapuskan tetapi semangat dan keteguhannya masih tetap dikenang dan selalu dibanggakan oleh sekalian orang Jepang.

Comments

Post a Comment

Popular Posts